Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia meminta pemerintah menaikkan tarif bea ekspor kopi dan kakao. Ketua Kelompok Pasca-Panen Puslit Misnawi mengatakan, kenaikan bea ekspor atas kedua komoditas itu diperlukan supaya tidak ada lagi produk yang diekspor dalam kondisi mentah alias bahan baku. Lembaga ini mengusulkan kenaikan bea keluar kopi dan kakao dari 5 menjadi 12 persen atau lebih.
Misnawi menjelaskan, selama ini kopi dan kakao Indonesia yang diekspor dalam bentuk coklat atau bubuk kopi hanya 10-20 persen. Pengelola perkebunan serta petani kopi dan kakao cenderung menjual bahan mentah. "Jika tarif ekspor dinaikkan, maka para pengusaha akan terdorong untuk mengolahnya menjadi produk," katanya di Jember, Senin, 20 Februari 2012.
Dengan meningkatnya bea keluar, Misnawi optimistis dapat mendorong investor luar negeri untuk mendirikan usaha di Indonesia demi menekan biaya produksi. Dampak selanjutnya adalah penyerapan tenaga kerja. Sebab, bila pengusaha hanya mengambil bahan baku, ongkosnya akan sama dengan mengambil produk olahan.
Kepala Puslit Teguh Wahyudi menambahkan, usulan kenaikan tarif ekspor itu juga didasarkan atas kondisi sosial-ekonomi yang semakin memprihatinkan. Dalam beberapa tahun terakhir, misalnya, biji kopi dan kakao Indonesia banyak diekspor ke Malaysia. Padahal, sebagian besar pekerja industri kopi-kakao di negara tersebut adalah orang Indonesia.
(TEMPO.CO, SENIN, 20 FEBRUARI 2012)
Misnawi menjelaskan, selama ini kopi dan kakao Indonesia yang diekspor dalam bentuk coklat atau bubuk kopi hanya 10-20 persen. Pengelola perkebunan serta petani kopi dan kakao cenderung menjual bahan mentah. "Jika tarif ekspor dinaikkan, maka para pengusaha akan terdorong untuk mengolahnya menjadi produk," katanya di Jember, Senin, 20 Februari 2012.
Dengan meningkatnya bea keluar, Misnawi optimistis dapat mendorong investor luar negeri untuk mendirikan usaha di Indonesia demi menekan biaya produksi. Dampak selanjutnya adalah penyerapan tenaga kerja. Sebab, bila pengusaha hanya mengambil bahan baku, ongkosnya akan sama dengan mengambil produk olahan.
Kepala Puslit Teguh Wahyudi menambahkan, usulan kenaikan tarif ekspor itu juga didasarkan atas kondisi sosial-ekonomi yang semakin memprihatinkan. Dalam beberapa tahun terakhir, misalnya, biji kopi dan kakao Indonesia banyak diekspor ke Malaysia. Padahal, sebagian besar pekerja industri kopi-kakao di negara tersebut adalah orang Indonesia.
(TEMPO.CO, SENIN, 20 FEBRUARI 2012)
No comments:
Post a Comment